Jumat, 19 Juni 2015

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DAN BARAT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH



Pendahuluan
Ilmu tentang Ekonomi Islam sebenarnya telah muncul sejak era 1970-an. Tetapi sesungguhnya Ekonomi Islam itu sendiri sudah ada dan sudah diterapkan sejak Islam diturunkan sebagai rahmatan lil’alamin. Setelah masa kerosulan tersebut banyak dari cendekiawan Muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi dengan argumentasi religious yang juga disertai dengan fakta empiris pada masa itu.
Ekonomi Islam pada abad delapan belas hingga abad dua puluh telah di abaikan oleh barat, namun pada awal abad dau puluh satu ini Ekonomi Islam telah mulai diperhitungkan. Menurut Chapra sebenarnya kesalahan terbesar terletak ditangan kaum Muslimin sendiri, umat Islam tidak mengartikulasikan secara memadai tentang ekonomi yang berdasarkan ideologi theologi ini. Meskipun negara-negara barat sebenarnya juga turut andil dalam h al ini, karenamereka tidak memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi peradaban lain, khususnya ekonomi Islam.
Disamping itu, sistem ekonomi barat atau sering disebut dengan sistem ekonomi konvensional juga selayaknya dipelajari dengan metode yang sama, sehingga dapat diketahui apa dan bagaimana sistem konvensional tersebut.
Dalam makalah ini sedikit banyak akan membahas mengenai sejarah pemikiran ekonomi Islam dan barat. Semoga bermanfaat.

Pembahasan
Dalam Islam, prinsip utama dalam hidup adalah Allah SWT[1]. Seluruh amal pekerjaan didasari dengan kaikhlasan karena Allah dan berserah diri kapada-Nya. Karena hanya Dialah Sang pencipta tunggal yang maha Kuasa, Yang Maha Mengatur, Maha Bijak, dsb. Ia adalah Dzat yang terbebas dari kesalahan dan kekurangan serta suci dan bersih dari segala keburukan, karena Ialah yang Maha Sempurna. Tanpa ada ruh keeikhlasan tersebut sebuah amal perbuatan akan menjadi sebuah amal yang dipenuhi ambisi keduniaan belaka tanpa adanya pahala yang menyertainya.
Salah tujuan penciptaan manusia oleh Alloh selain untuk beribadah adalah untuk menjadi kholilfah di muka bumi ini[2]. Dengan kata lain, manusia diberi tugas serta tanggungjawab untuk memberdayakan seluruh isi alam.
Demikian sekelumit gambaran global dari pemikiran ekonomi dalam prespektif Islam. Berikut pembahasan lebih dalam mengenai pemikiran ekonomi Islam serta pemikiran ekonomi barat dalam prespektif sejarah.

A. Fase- Fase Pemikiran Ekonomi Islam
Penggolongan dalam fase-fase ini lebih berdasarkan pada kronogikal atau urutan waktu, bukan pada kesamaan konsep pemikirannya. Jika dilihat dari sejarahnya, perkembangan pemikiran ekonomi Islam dapat di bagi dalam tiga fase utama, yaitu :

1. Fase Pertama/ Fondasi (masa awal Islam)
Fase pertama ini merupakan fase dari abad ke-5 hingga abad ke-11 masehi. Fase ini juga di kenal sebagai fase dasar-dasar ekonomi Islam, banyak sarjana muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yag autentik.[3] Berikut beberapa pemikir ekonomi Islam pada fase pertama :
a. Zaid bin Ali [4]
Zaid bin Ali berpandangan bahwa penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah, selama transaksi kredit tersebut di dasari oleh ‘aqd, atau prinsip saling ridho antar kedua belah pihak[5]. Laba dari perkreditan adalah murni dari bagian perniagaan dan tidak termasuk riba. Keuntungan yang diperoleh pedangang yang menjual secara kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang. Meskipun demikian, penjualan secara kredit tidak serta merta mengindikasikan bahwa harga lebih tinggi selalu berkaitan dengan jangka waktu, melainkan menjual secara kredit dapat pula ditetapkan dengan harga rendah, sehingga lebih mempermudah dan menambah kepuasan konsumen.
b. Abu Hanifah [6]
Abu Hanifah meragukan keabsahan bai’-s-salam[7], karena transaksi tersebut dapat mengarah pada perselisihan. Ia mencoba menghilangkan perselisihan tersebut dengan merinci lebih khusus tentang apa yang harus di ketahui dan dinyatakan dengan jelas dalam akad. Ia menyatakan bahwa komoditi yang dijual harus tersedia dalam pasar selama waktu kontrak dan tanggal pengiriman yang telah disetujui.
Disamping itu Abu hanifah sangat memperhatikan orang-orang yang lemah. Ia tidak membebaskan wajib zakat pada perhiasan, sebaliknya ia membebaskan zakat bagi para pemilik harta yang terlilit hutang yang tidak sanggup untuk menebusnya. Ia juga tidak memperkenankanmuzaro’ah dalam kasus tanah yang tidak berpenghasilan apapun[8]. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap tanah yang umumnya adalah orang orang yang lemah.
c. Abu Yusuf [9]
Tema pemikiran yang diambil oleh Abu Yusuf lebih ditekankan pada tanggung jawab penguasa. Ia lebih cenderung negara menyetujui jika negara mengambil bagian dari hasil pertanian, dari pada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam hal pajak ia telah meletakkan prinsip-prinsip yang jelas, yang pada kemuidian hari disebut dengan canons of taxation [10].Prinsip-prinsipnya adalah : kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar kepada pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan adalah hal-hal yang ditetapkannya.
Ia menentang penguasa yang menetapkan harga. Ia berargumen bahwa hasil panen yang melimpah bukanlah alasan untuk merendahkan harga komoditi, dan sebaliknya kelangkaan komoditi tidak selalu mengakibatkan harga melambung tinggi. Pendapat ini didasarkannya pada observasi pasar pada saat itu. Namun sesungguhnya ia juga tidak menolak peranan pemerintah dalam penawaran dan penentuan harga.

2. Fase kedua
Fase ini dimulai pada abad ke-11 sampai ke-15 M. Fese kedua ini disebut sebagai fase cemerlang dikarenakan peninggalan warisan intelektual yang sangat kaya. Para cendekia di masa ini mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana kegiatan ekonomi yang seharusnya berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadith.
Pemikiran tentang ekonomi pada masa ini diawali oleh Al-Ghozali. Tokoh-tokoh pemikir Ekonomi Islam dalam fase ini antara lain sebagai berikut:
a. Al-Ghozali [11]
Menurutnya, seseorang harus memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Seluruh aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas dalam bidang ekonomi, harus dilaksanakan sesuai dengan syari’ah Islam. Ghozali bisa menoleransi pengambilan pajak jika pengeluaran untuk pertahanan dan lain sebagainya tidak dapat tercukupi oleh kas pemerintah. Ia juga mengemukakan tentang pelarangan riba, karena hal tersebut melanggar sifat dan fungsi uang, serta mengutuk mereka yang melakukan penimbunan uang dengan alasan uang itu sendiri dibuat untuk memudahkan pertukaran. Secara garis besar, ekonomi dapat dikelompokkan menjadi : pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter, evolusi uang serta peranan negara dan keuangan publik[12].
b. Ibnu Taimiyah[13]
Ibnu Taimiyah membahas masalah perekonomian ditinjau dari segi sosial maupum hukum fiqh. Beliau telah membahas pentingnya persaingan dalam pasar bebas, peranan market supervisor dan lingkup dari negara[14]. Dalam transaksi ia juga mensayaratkan kesepakatan antara semua pihak,kesepakatann ini harus berdasarkan informasai yang akurat dan memadai. Hal ini ditujukan agar transaksi menjadi lebih bermakna. Moralitas yang diperintahkan agama diharuskan tanpa adanya paksaan sedikitpun[15]. Sehingga dengan demikian syari’at bisa berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Negara harus mempraktekkan aturan perekonomian yang Islami hingga para pelaku ekonomi melakukan transaksi-transaksi mereka dengan jujur dan ridho satu sama lain.Negara juga harus mengawasi pasar dari tindakan-tindakan merugikan yang memanfaatkan kelemahan pasar.
c. Ibnu Khaldun[16]
Ibnu Khaldun menekankan sistem pasar yang bebas, ia bahkan menentang intervensi negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan sistem pasar yang bebas. Ia juga membahas pertumbuhan dan penurunan ekonomi dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain[17]. Perkembangan dan penurunan ekonomi dapat terjadi dengan faktor utama yaitu pemasukan dan pengeluaran negara yang kadang berimbang, dan kadangkala berat sebelah antara keduanya.
Ibnu Kholdun mengungkapkan analisisnya tentang perdagangan internasional dan hubungan internasional, bahwa adanya hubungan antara perbedaan tingkat harga antar negara dengan ketersediaan faktor produksi, sebagaimana dalam teori perdagangan modern[18]. Penduduk merupakan faktor utama pendorong perdagangan dan perekonomian internasional. Jika jumlah penduduk besar maka akan terjadi pemerataan tenaga kerja sesuai dengan keahlian masing-masing, sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya surplus dan perdagangan internasional. Pembagian tenaga kerja internasional akan lebih bergantung pada keahlian masing-masing individu dari pada natural endowment[19].
Emas memiliki nilai dan fungsi yang amat penting dalam perekonomian, sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah menciptakan uang logam mulia, emas, perak, yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengukur nilai dari suatu komoditas” . Tetapi Ibnu Kholdun juga memperkenankan mata uang kertas, dengan syarat pemerintah wajib menjaga stabilitas nilainya.

3. Fase Ketiga
Fase ketiga dari sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah fase kemerosotan. Fase ketiga ini dimulai pada tahun 1446 M hingga 1932 M. Salah satu penyebab kemerosotan pemikiran ekonomi Islam pada waktu itu adalah asumsi yang mengatakan bahwa telah tertutupnya pintu Ijtihad[20]. Namun demikian masih terdapat gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadith. Para pemikir yang terkemuka pada fase ini antara lain adalah :
a. Muhammad Iqbal [21]
Pemikirannya tentang ekonomi Islam lebih terfokus pada konsep-konsep umum yang mendasar. Ia menganalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan komunisme, kemudian ia menampilkan suatu pemikiran yang mengambil “jalan tengah” yang sebenarnya telah dibuka oleh Islam. Muhammdad Iqbal sangat memerhatikan aspek sosial masyarakat, bahwakan ia menyatakan bahwa keadilan sosial masyarakat adalah tugas besar yang harus di emban suatu negara. Zakat dianggap mempunyai posisi yang stategis untuk mewujudkan keadilan sosial disamping zakat juga merupakan kewajiban dalam Islam[22].
b. Shah Waliyulloh [23]
Menurutnya manusia secara alamiah adalah makhluk sosial, sehingga harus bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Kejasama ini juga berlaku pada bidang perekonomian seperti pertukaran barang dan jasa, mudhorobah, musyarokah, kerjasama pengolahan pertanian dan lain-lain. Dia juga melarang hal-hal yang dapat merusak semangat kejasama sebagaimana Islam melarangnya, seperti perjudian dan riba. Ia menekanan perlunya pembagian faktor-faktor alamiyah secara merata, semisal tanah[24].
Untuk pengelolaan negara diperlukan adanya suatu pemerintahan yang mampu menyediakan sarana pertahanan, membuat hukum serta mempertahankannya, menjamin keadilan, serta menyediakan sarana publik. Untuk memenuhi semua ini negara membutuhkan income, salah satu income negara adalah pajak, namun pajak juga harus memperhatikan pemanfaatan serta kemampuan masyarakat membayarnya.

4. Fase Kontemporer[25]
. Fase ini dimulai pada tahun 1930-an (masa berakhirnya fase ketiga ) hingga saat ini. Sesungguhnya setelah tahun 1930-an kebangkitan kembali melanda intelektualitas cendekiawan Muslim. Salah satu buktinya adalah merdekanya negara-negara Muslim dari kolonialisme barat.
Zarqa pada tahun 1980 membagi topik kajian dari para ekonom di masa ini menjadi tiga kelompok utama yaitu :
1. Perbandingan sestem okonomi Islam dengan sistem okonomi lainnya, khususnya kapitalisme dan sosialisme.
2. Kritik terhadap sistem ekonomi konvensional, baik dalam tatanan filosofi maupun praktikal.
3. Pembahasan yang mendalam tentang ekonomi Islam itu sendiri, baik secara makro maupun mikro[26].

Sejarah Pemikiran Ekonomi Barat

1.    Masa permulaan
Adapun di eropa begitu jelas beberapa fikiran ekonomi, bisa kita baca pada ucapan-ucapan Plato. Dengan ucapan-ucapannya dia berinisiatif tentang suatu sistem ekonomi negara, yang mirip dengan sistem komunis.[27]
Dia mengusulkan penghapusan sistem suami istri dan keluarga, dan megusulkan agar dibentuk generasi anak-anak cerdas, dengan cara memiliki laki-laki sehat, kuat dan wanita-wanita yang mempunyai sifat-sifat yang unggul. Dengan kata lain menurut ilmu modern kini, agar diadakan perbaikan keturunan seperti pada binatang. Sedang hasilnya dididik langsung ileh negara, jauh dari kedua orang tuanya.
Sedang aristoteles mempunyai beberapa pendapat yang sehat di bidang ekonomi. Umpamanya seruannya agar menghormati hak miliki pribadi. Dia beranggapan bahwa hak milik pribadi termasuk faktor terpenting untuk menambah dan memperbaiki produksi. Oleh aristoteles diperliharkan keburukan-keburukan hak milik umum, diserangnya penimbunan dan durhakanya riba. Dalam anggapannya, bertani adalah merupakan pekerjaan produkrif yang terpenting. Aristoteles berbicara juga soal uang dan penitipan.
Adapun Aristophanes, temasuk murid Plato juga, dalam bukunya dia menekankan usaha pertanian. Dia menulis dalam bukunya, Uang Menurut Charles, dia menganggap baik ekonomi rumah tangga.

2.    Abad pertengahan (jaman Feodal)[28]
Dari abad 5 sampai dengan abad 15 masehi, dieropa berlaku sistem feodal. Pada waktu itu antara raja dengan paus berebut kekuasaan politik. Kaum bangsawan dan para pemimpin agama memiliki tanah-tanah pemberian raja. Kaum budak yang mengolah tanah. Sebagai upah kerja mengolah tanah, kaum budak tidak berhak apa-apa selain hidup. Dari kaum pekerja pada setiap jenis pekerjaan itu, terbentuklah suatu kelompok untuk membela hak-hak dan memperbaiki nasib mereka. Kelompok inilah yang merupakan “embrio” dari lahirnya kelasborjuis.
Sedang dikalangan para pemimpin agama (gereja), juga muncul beberapa orang pemikir, yang merupakan kelompok kaum guru, seperti Thomas Aquino. Mereka menyerukan agar:
1.    Hormati hak milik pribadi
2.    Haramkan riba
3.    Singkiri dan jauhi harta.
Seruan diatas ada karena mengikuti apa yang tercantum dalam kitab-kitab suci orang kristen: “Orang-kaya takkan masuk kerajaan Allah sampai ada seekor unta bisa masuk lubang jarum” menurut anggapan mereka, sistem politik dan ekonomi yang ada adalah wajar.

3.    Kaum Merkantilisme
Sehabis perang salib dan setelah orang-orang eropa bergaul dengan kaum muslimin dari Andalusia, maka timbullah di Eropa pikiran-pikiran baru akibat dari rasa fanatik agama dan permusuhan mereka terhadap kaum muslimin, yang sejak abad ke-7 merajai dunia. Menikmati kejayaannya dan menguasau jalur-jalur perniagaan, baik di darat maupun di laut di seluruh dunia, maka orang orang eropa mulai bergerak. Dimulailah usaha-usaha menemukan jalan baru, seperti usaha-usaha Magelhan dan Colombus, dan muncullah pemerintah-pemerintah yang mengadakan hubungan perdagangan dengan negeri-negeri lain yang bisa didatangi, sebagai hasil dari penemuan-penemuan bidang Geografi, dan juga dengan negeri-negeri yang terletak di tengah perjalanan menuju negeri-negeri tadi, dengan maksud akan mengumpulkan emas sebanyak-banyaknya. Kemudian lahirlah Madzhab Kaum pedagang (Merkamtilis).
Adapun pokok-pokok fikiran ekonomi dari kaum Merkantilis ini, ialah sebagai berikut:
1.    Mendorong industri dalam negeri, dengan cara memberi proteksi pabean kepada industri-industri yang ada dalam nergeri dan dengan membuat
2.    Mendorong kelahiran anak, untuk memperoleh pemuda yang akan melaksanakan produksi, pertahanan dan penjajahan.
3.    Mencari emas dan perak sebanyak-banyaknya.
3.    Kaum Phsyiokrat
Ini adalah kelompok yang ada di Perancis, yang menyerukan kebalikan dari ucapan kaum Merkantilis. Pada pertengahan kedua dari abad ke- 17 madzhab kaum Physiokrata ini muncul.[29] Kaum physiokrat berpendapat, bahwa kehidupan perekonomian harus dibiarkan, tanpa campur tangan negara. Karena jalannya kehidupan perekonomian secara alami itulah yang akan dapat menghalangi kerusakan apapun dalam hidup ini. Oleh sebab itu orang dibiarka memproduksi apa saja yang mereka kehendaki, menurut perhitungan dan kemampuan mereka sendiri. Semboyan meereka pada waktu itu adalah: “Laissez faire, laissez passer” (biarkan bekerja, biarkan berlalu). Menurut hemat mereka, bahwa kemaslahatan masyarakat barulah terwujud, apabila warganya bebas berproduksi, bebas berjual-beli, dan bebas memakai barangnya.

4.    Madzhab Klasik
Ada beberapa tokoh yang termasukk dalam madzhab klasik ini, namun pada kesempatan hanya akan dibahas tentang Adam Smith.
Adam Smith
Tidak seorangpun ahli ekonomi setenar Adam Smith, dialah yang dikenal dengan Bapak Ekonomi. Pada akhtir abad ke-18, ia menerbitkan bukunya yang berjudul “An Inquiry Into the Nature and Cause of Welth of Nations” yang merupakan pencerminan yang cemerlang dari ide-ide kebebasan ekonomi yang tersusun rapi.
Adam Smith telah membicarakan semua pokok pembahasan Ilmu Ekonomi yang kita kenal kini. Dia beranggapan, bahwa dorongan ekonomi pribadi dari individu itulah yang menjadi penggerak kehidupan perekonomian dan yang menetukan jalannya perekonomian bangsa manapun.
Susunan pemikiran ekonomi Adam Smith ini kemudian diikuti oleh Malthus[30], Ricardo, Jean Baptise Say dari Perancis, Jhon Stuart Mill dan lain-lain.

Timbulnya Kapitalis dan Kritik Terhadapnya
Kapitalisme dapat dikatakan memiliki kelima ciri utama berikut[31]: (a) ia menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat, produksi maksimum dan pemuasan keinginan individu sebagai sesuatu yang sangat penting untuk kesejahteraan manusia. (b) kebebasan individu tanpa batas untuk mencari, memiliki, dan mengatur kekayaan pribadi sebagai sebuah keharusan bagi inisiatif individu. (c) inisiatif inidividu dapat mewujudkan efisiensi optimum pengalokasian sumber daya. (d) tidak mengakui perlunya peranan penting pemerintah dalam efisiensi alokasi dan keadilan distribusi. (e) mengklaim bahwa pemenuhan kepentingan pribadi secara otomatis memenuhi kepentingan sosial.
Kapitalisme bergantung pada sistem pasar, dimana pasar tesebut yang menentukan distribusi, mengalokasi sumber daya dan menetapkan tingkat-tingkat pendapatan gaji, biaya sewa dan keuntungan kelas-kelas sosial yang berbeda. Dan meniadakan intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonominya[32].
Al hasil dalam sistem kapitalis ini, kekayaan benar-benar terpusat pada beberapa gelintir orang saja. Sementara dalam masyarakat kapitalis terbentanglah jurang yang bias diantara mayoritas kaum yang merana, dengan minoritas yang selalu berhasil.
Demi menjalani tujuan mereka untuk menguasai negara-negara lemah dan menjadikan pasar mereka. Maka timbullah banyak krisis (krisis over ataupun under-produksi, krisis moneter dan seterusnya).[33]

Terjadinya Missing Link Sejarah Pemikiran Ekonomi

Dalam Magnus opusnya, History of Economic Analysis, JA. Schumpeter (1854) mengatakan, bahwa terdapat suatu great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama lebih dari 500 tahun, yaitu pada masa dark ages oleh barat/ pada masa kegelapan tersebut barat dalam keadaan terbelakang, dimana tidak terdapat prestasi intelektual yang gemilang termasuk juga dalam pemikiran ekonomi[34]. Demikian pula pada kebanyakan buku sejarah ekonomi, misalnyaSpiegel (1991) menganggap pada masa dark age tidak terdapat karya pemikiran tentang ekonomi. Siegel memang membuka sejarah pemikiran ekonomi dari Bibel (1 M) pada para pemikir Yunani (SM), kemudian setelah itu melompat lebih dari 1000 tahun langsung pada pemikiran masa Scholastic, terutama karya St. Thoams Aquinas (abad 13). Pada masa berikutnya, yaitu abad ke 16-18 M, sejarah mencatat praktik perekonomian Merkantilikme dan pemikran ekonomi kaum Physiokrat. Terdapat masa-masa stagnasi waktu yang amat panjang dalam sejarah pemikiran ekonomi, sebelum kemudian berkembang pesat pasca lahirnya “The Wealth of Nation” tahun 1776.
Sebenarnya sebagian besar masa dark age itu justru merupakan masa kegemilangan di dunia Islam, suatu hal yang berusaha ditutup-tutupi oleh barat. Pada masa itu banyak karya-karya yang gemilang di berbagai bidang ilmu, temasuk ilmu ekonomi, yang lahir dari sarjana-sarjan muslim bahkan pemikiran para sarjana muslim tersebut banyak mempengaruhi pemikiran para sarjana barat, termasuk para pemikir ekonominya. Jadi sesungguhnya terdapat missing linkdalam sejarah pemikiran ekonomi, yaitu (1) great gap pada masa dark age, dan (2) kaitan antara pemikiran di barat dan dunia islam.
Berikut adalah perbandingan antara sejarah pemikiran ekonomi di dunia barat dan islam dapat dilihat dalam gambar berikut:

Kesimpulan
Ekonomi Islam pada dasarnya muncul pertama kali bersamaan dengan lahirnya ajaran Islam pada abad ke-7 M, karena ajaran Islam tidak hanya memberikan panduan ritual namun juga dalam berkehidupan bermasyarakat termasuk dalam aktivitas ekonomi.
Periodisasi sejarah pemikiran ekonomi Islam dapat dikategorikan menjadi beberapa fase awal (abad 5-11 M), fase kedua (abad 11-15 M), fase ketiga (abad 15-20 M) dam fase Kontemporer. Fase-fase ini didasarkan pada kronologikal (urutan waktu) semata, bukan berdasarkan kesamaan atau kesesuaian ide pemikiran.
Sedangkan sejarah pemikiran ekonomi barat adalah sebagai berikut, abad 2-4 SM (Plato, Aristoteles, Xenophon dll), awal masehi (Bibel), abad 13 Scholastik (St. Thomas aquinas), abad 16-18 Merkantilisme, abad 17-18 Physiokrat, abad 18-19 Klasik (Adam smith, R, Malthus, David Ricardo, J. Stuart Mill).
Adanya great gap selama lebih dari 500-an tahun dalam sejarah pemikiran ekonomi. pada dark age di barat sebagaimana disinyalir oleh Schumpeter pada dasarnya terungkap dengan memperhatikan kejadian di dunia Islam. Pada masa tersebut dunia islam justru mencapai masa kegemilangan dimana banyak terdapat pemikiran ekonomi yang cemerlang.

Referensi
Chapra, M. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, diterjemahkan oleh Nur Hadi Ihsan dan Rifqi Amar, SE, Risalah Gusti: Surabaya, 1999.
Karim, Adiwarman Azwar, Ir.H. S.E, M.B.A, M.A.E.P, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali Pers: Jakarta, Cetakan ke tiga, 2006.
Leckachman, Robert dan Loon, Borin Van, Kapitalisme, Teori dan Sejarah Perkembangannya, Resist Book: Yogyakarta, 2008, hal. 3.
P3EI dan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, PT Rajagrafindo Persada, Yogyakarta 2008.
Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin, terjemahan Anshori Umar Sitanggal, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islami, PT. Al-Ma’arif: Bandung.


[1] Ir.H.Adiwarman Azwar Karim,S.E, M.B.A, M.A.E.P, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, Cetakan ke tiga, 2006, Hal : 3
[2] Ibid, hal 5
[3] P3EI dan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, PT Rajagrafindo Persada, Yogyakarta 2008, Hal : 105
[4] Zaid bin Ali adalah cucu Al-Husain bin Ali bin Muhammad. ( 80-120 H / 669-783 M ). Beliau adalah guru dari ulama terkemuka, yaitu Abu Hanifah.
[5] Ir.H.Adiwarman Azwar Karim,S.E, M.B.A, M.A.E.P Op.cit, hal 12
[6] Abu Hanifah Hidup pada kurun waktu 80-150 H / 669-767 M, Abu Hanifah adalah murid dari Zaid Bin Ali, bernama lengakap Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Sabit bin Zauti, ia juga terkenal sebagai fuqoha’ yang juga pedagang di kufah yang waktu itu merupakan pusat aktifitas perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang.Semasa Hidup Abu Hanifah transaksi yang sangat populer adalah bai’-s-salam. Buku-bukunya antara lain al-Makhorif fi Al-foqh, Al-Musnad, Al-fiqh Al-Akhbar.
[7] Bai’-s-salam adalah akad jual beli yang pembayarannya dilakukan di muka dengan tunai,sedangkan barang y ang dibeli akan diberikan pada keesokan hari atau pada waktu yang disepakati antara kedu belah pihak.
[8] Muzaro’ah adalah pembagian hasil panen.
[9] Abu Yusuf (113-182 H / 731-798 M) hidup pada sinasti abasiyah, yaitu pada masa kepemimpinan Harun Ar-Rosyid.
[10] Ir.H.Adiwarman Azwar Karim,S.E, M.B.A, M.A.E.P, Op. Cit, Hal : 15.
[11] Al-Ghozali hidup antara kurun waktu 451-505 H / 1055-1111 M, Fokus utama perhatian Al-Ghozali tertuju pada perilaku individual yang dibahas secara rinci dan merujuk pada Al-Qur’an dan hadith, ijma’ sahabat serta tabi’in.Selain itu juga memberikan nasihat pada pemerintah agar memperhatikan kebutuhan rakyatnya, serta tidak berlaku dzalim pada mereka.
[12] P3EI dan Bank Indonesia, Op. Cit, Hal : 110.
[13] Ibnu Taimiyah hidup pada kurun waktu 661-728 H / 1263-1328 M. Fokus utama pemikiran Taimiyah terletak pada masyarakat dan fondasi moral serta bagaimana mereka harus membawa diri mereka sesuai dengan syari’ah.
[14] P3EI dan Bank Indonesia, Op. Cit, Hal : 111.
[15] Ir.H.Adiwarman Azwar Karim,S.E, M.B.A, M.A.E.P, Op.cit Hal : 20.
[16] Ibnu Kholdun hidup pada kurun waktu 732-808 H / 1332-1404 M, ia merupakan ekonom Muslim yang terbesar karna wawasan dan pembahasannya tentang ekonomi yang cukup luas. Buku-bukunya antara lain : Muqoddimah, Syarkh Al-Burdah.
[17] P3EI dan Bank Indonesia, Op.cit, Hal : 112.
[18] Ibid, Hal : 113.
[19] Natural endowment adalah sumber daya alam.
[20] Ir.H.Adiwarman Azwar Karim,S.E, M.B.A, M.A.E.P, Op. Cit, Hal : 21.
[21] Muhammada iqbal hidup di antara kurun waktu 1283-1356 H / 1873-1938 M. Ia lebih dikenal luas sebagai seorang filosof yang juga sastrawan sera pemikir politik.
[22] P3EI dan Bank Indonesia, Op. Cit, Hal : 116.
[23] Shah Walilyulloh hidup pada kurun waktu 1114-1176 H / 1703-1762 M. Ia banyak menjelaskan rasionalitas rasionalitas aturan-aturan syari’ah bagi perilaku manusia serta pembangunan masyarakat. Salah satu karyanya adalah buku Hujjatulloh al-Baligha.
[24] P3EI dan Bank Indonesia, Op. Cit, Hal : 115.
[25] Hal ini sesuai dengan asumsi yang disampaikan oleh Khurshid ( 1985 )
[26] P3EI dan Bank Indonesia, Op. Cit, Hal : 117.
[27] Pikiran-pikiran plato ini, merupakan pikiran yang masih dangkal, dibangun hanya secara serampangan. Dan saking anehnya, sampai tidak mengakui hal yang sederhana sekalipun, tentang kehidupan sosial.
[28] Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, terjemahan Anshori Umar Sitanggal, Menanggulangi krisis ekonomi secara Islami, PT. Al-Ma’arif: Bandung, hal 33.
[29] Yang mula-mula memanggil dengan sebutan ini adalah seorang Perancis yang bernama Francois Quesnay. Perkataan Physiokrat itu sendiri diambil dari bahasa yunani, yang artinya: Penguasa alam.
[30] Dalam teorinya yang spesifik, Malthus Pesimis, bahwa sumber-sumber makanan dan pertumbuhannya tidak bisa melebihi pertumbuhan populasi penduduk.
[31] M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, diterjemahkan oleh Nur Hadi Ihsan dan Rifqi Amar, SE, Risalah Gusti: Surabaya, 1999, hal. 18.
[32] Robert Leckachman dan Borin Van Loon, Kapitalisme, Teori dan Sejarah Perkembangannya, Resist Book: Yogyakarta, 2008, hal. 3.
[33] Simon Tormey, Anti Kapitalisme, Teraju Mizan: Jakarta, 2005, hal, 4.

0 komentar:

Posting Komentar

Welcome on Our Website, Thanks for Join and Let You follow Us.