Minggu, 06 Maret 2016

HUKUM KOPERASI DAN PERSEROAN TERBATAS DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM



Pendahuluan
Pembahasan ini bukan terletak pada operasional perusahaan atau jenis produk perusahaan, karena sudah tentu sebuah perusahaan menjadi tidak Islami apabila produk yang diproduksi atau diperdagangkan adalah barang-barang atau jasa-jasa yang tergolong haram.

Pembahasannya terletak pada bentuk perusahaan, yaitu hubungan antara manusia-manusia yang terlibat dalam kerjasama bisnis yang mengikat mereka.
Sebagaimana pembahasan dalam bentuk-bentuk perusahaan Islam, diketahui bahwa perbedaan antara satu bentuk perusahaan (perseroan) dengan bentuk perusahaan lainnya adalah pada hubungan antara orang atau pihak satu dengan pihak lainnya. Jadi, kategori dari bentuk perusahaan yang tidak Islami disini adalah pada hubungan satu pihak dengan pihak lainnya yang tidak memenuhi ketentuan Islam dalam berserikat dalam bisnis, dan jelas pembahasannya bukan pada produk yang dihasilkannya.

Sebagaimana ketentuan Islam dalam membentuk sebuah perusahaan Islami, keberadaan rukun dan syarat adalah perkara mutlak yang menentukan apakah sebuah bentuk perusahaan dapat dikatakan Islami atau tidak. Dan rukun-rukun tersebut sebagaimana telah dibahas dalam bentuk-bentuk perusahaan Islami, yaitu: Aqidain (dua pihak yang berakad), Ma’qud ‘alaih (objek bisnis) dan Shighot ijab qabul (kesepakatan bisnis)

Sebab, rukun dan syarat adalah perkara yang hampir harus ada menurut Islam dalam setiap saat berhubungan sesama manusia maupun saat berhubungan dengan Allah secara transendental. Seperti pernikahan, jual-beli, sholat, puasa dan lain sebagainya, adalah perkara yang menjadi tidak syah, tidak halal dilakukan, dan batil hukumnya bila tidak terpenuhi rukun dan syaratnya menurut Islam. Sebagai contoh, apabila dua insan berbeda jenis tidak berani melakukan hubungan suami istri dikarenakan rukun atau syarat pernikahan mereka sebelumnya dirasa ada yang kurang, maka seharusnya ada perasaan yang sama bila dirasa rukun dan syarat tersebut kurang dalam kerjasama bisnis diantara mereka.

Oleh karena itu bentuk-bentuk perusahaan yang tidak Islami yang tersaji dalam tulisan ini adalah bentuk-bentuk perusahaan yang menurut penulis tidak memenuhi rukun dan syarat yang harus dipenuhi menurut Islam, yang tentu saja tidak boleh dilakukan dan dibentuk oleh seorang muslim. Adapun bentuk-bentuk perusahaan tersebut sementara secara khusus terbatas pada:

1.      Perseroan Terbatas (PT)
2.      Koperasi

1.      PERSEROAN TERBATAS (PT)

Sebelum melihat dimana letak ketidakIslamian bentuk Perseroan Terbatas (PT), tentu akan adil bila kita mengetahui konsep asli dari PT tersebut agar pembaca mengetahui. Dan sumber murni tentang  PT tidak kita temui kecuali dalam draft UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Namun dalam tulisan ini tidak kami masukkan semua pasal yang ada dalam UU tersebut, melainkan hanya pasal-pasal yang kami anggap perlu diketahui dan kami anggap berhubungan langsung dengan standar ekonomi Islam dalam rukun dan syarat sebagai penentu keabsahan sebuah bentuk perusahaan.

Yaitu dari pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 1 Ayat 1 : Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Pasal 1 ayat 2 : Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.

Pasal 1 ayat 4 : Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 1 ayat 5 : Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Pasal 1 ayat 6 : Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Pasal 3 ayat 1 : Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

Pasal 96 ayat 1 : Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Pasal 113 : Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.

Pasal 149 ayat 2 : Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.

Dari pasal-pasal diatas dapat digambarkan bahwa bentuk PT sebagaimana gambar dibawah ini:

Gambar Perseroan Terbatas



Bentuk gambar diatas penulis gambarkan berdasarkan pada UU No. 40 tahun 2007 diatas, yang ditelah dibandingkan dengan bentuk perusahaan dalam Islam. 

a.       Tidak Terdapat Pengelola dalam PT

Gambar diatas menjelaskan bahwa yang disebut sebagai persero (syarik) adalah hanya pihak-pihak yang berada dalam lingkaran saja, yaitu para pemodal. Selain pemodal maka tidak tergolong sebagai persero dalam Perseroan (syirkah) Terbatas. Sebab dalam pasal 1 ayat 1 tentang definisi PT diatas menyebutkan bahwa PT adalah persekutuan pemodal/modal (baca: bukan persekutuan pemodal dan pengelola).

Selain itu, dalam pasal 96 ayat 1 dan pasal 113 menguatkan, bahwa yang disebut persero dalam perseroan terbatas hanya pemodal saja. Sebab dalam pasal-pasal diatas menegaskan bahwa direktur dan dewan komisaris bukan persero dalam perseroan terbatas. Karena kompensasi yang diterima oleh direktur dan dewan komisaris adalah gaji/upah yang ditetapkan dalam Rapat Umum para Pemegang Saham (Pemodal).

Ini menunjukkan bahwa direktur dan dewan komisaris adalah pekerja yang diupah oleh pemberi kerja. Dan status pekerja yang biasa disebut juga karyawan tentu bukanlah bagian dari persero sebuah perseroan. Sehingga direktur tidak dapat disebut sebagai pengelola. Melainkan hanya pekerja atau karyawan sebuah perusahaan (perseroan). Dengan demikian pada dasarnya didalam PT hanya ada pemodal, namun tidak terdapat pengelola yang seharusnya ada dalam perseroan Islam.

Adapun yang seharusnya adalah, apabila direktur ingin disebut sebagai pengelola yang merupakan salah satu dari aqidain dalam perseroan (syirkah) Islam, bahwa kompensasi yang diterima oleh direktur harus berbentuk bagi hasil. Dan bukan gaji atau upah. Sebab kompensasi gaji itu lah yang menegaskan bahwa direktur hanya berstatus sebagai karyawan. Sekali lagi, bahwa status seseorang dalam sebuah bangunan kerjasama bisnis itu ditentukan oleh jenis kompensasinya.

Tentu saja gaji dan bagi hasil adalah kompensasi dengan konsekuensi yang berbeda. Bila gaji bagi karyawan, maka berapapun penghasilan (laba) perusahaan tentu tidak akan berpengaruh pada gaji karyawan. Sedangkan bagi hasil bagi pengelola, penghasilan perusahaan berpengaruh pada penghasilan bagi pengelola. Semakin tinggi penghasilan perusahaan maka semakin tinggi pula penghasilan pengelola, demikian juga semakin rendah penghasilan perusahaan maka semakin rendah pula penghasilan pengelola. Sebab bagi hasil tersebut terjadi antara pemodal dan pengelola.

Hal diatas menjelaskan bahwa dalam PT terdapat 1 kekurangan rukun perseroan yang seharusnya ada dalam perseroan dalam Islam, yaitu aqidain (dua pihak yang berakad). Bahwa dalam PT tidak terdapat Pengelolanya. Sehingga ini menjadi alasan bahwa PT tidak dapat digolongkan sebagai perseroan yang sah menurut Islam.

b.      Tidak Terdapat Aqad dalam PT

Selain diatas, ternyata PT sebagai perseroan masih memiliki kekurangan lainnya yang membuatnya tidak dapat digolongkan sebagai perusahaan yang Islami. Yaitu aqad. Bahwa didalam PT tidak terdapat aqad. ini berarti sekali lagi PT tidak memenuhi rukun syirkah didalam Islam.

Pada perusahaan Islam, keharusan adanya aqad adalah antar seluruh persero, baik dintara para pengelola, diantara para pemodal maupun diantara para pengelola dan para pemodal.

Aqad adalah kesepakatan yang harus ada sebelum perusahaan dijalankan. baik kesepakatan siapa saja orang-orang yang menjadi pemodal dan pengelola, juga kesepakatan kebijakan dan arah laju perusahaan, dalam arti bahwa perusahaan tersebut akan dibawa kemana, maupun kesepakatan dalam pembagihasilan hasil keuntungan usaha perusahaan.

Pemodal didalam PT disebut sebagai sebagai para pemegang saham, dan umumnya perusahaan besar tersebut berbentuk PT, seperti PT. Sampoerna, PT. Indofood, PT.BNI, PT.BSM, PT.BMI, dan lain sebagainya, adalah perusahaan-perusahaan besar dengan jumlah pemegang saham lebih dari 100 orang, bisa ribuan pemegang saham, bahkan hingga puluhan ribu pemegang saham yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Bahkan pemegang saham di perusahaan tersebut sudah bukan lagi nama orang perorang, melainkan sudah level sebuah perusahaan. Artinya, bisa jadi pemegang saham PT.BNI adalah PT.Sampoerna yang PT.Sampoerna sendiri terdapat didalamnya pemegang saham lain, dan demikian pula sebaliknya, pemegang saham PT.Sampoerna adalah PT.BNI yang PT.BNI sendiri terdapat didalamnya para pemegang saham lain. Seperti halnya salah satu pemegang saham PT.BMI nyatanya adalah Islamic Development Bank (IDB).

Aqad dalam perusahaan Islam adalah keharusan, dalam arti bahwa seseorang tidak boleh turut menjadi bagian sebuah perusahaan kecuali bila telah disetujui oleh seluruh orang (persero) yang terdapat didalam perseroan tersebut, dan tanpa ada persetujuan oleh seluruh persero maka perseroan tersebut tidak dapat dan tidak boleh dijalankan. Sehingga pilihannya hanya dua, yaitu pihak yang tidak disetujui tersebut tidak turut bergabung didalamnya, atau pihak yang tidak menyetujui keluar dari tubuh perseroan.

Ilustrasi aqad dalam perseroan dalam Islam adalah sebagai berikut: Ahmad, Busyro, Cristian, Devi, Efi, Farid, dan Gandi adalah pemodal di P.Md (Perseroan Mudharabah), dan Hamdi dan Intan adalah pengelolanya. Pada suatu waktu Jodi ingin bergabung kedalam perusahaan tersebut untuk menjadi salah satu pemodalnya dengan menyetorkan sejumlah dana. Maka ketentuan Islam dalam aqad adalah, bahwa Jodi harus mendapat izin dan persetujuan dari seluruh persero, yaitu Ahmad, Busyro, Cristian, Devi, Efi, Farid, Gandi, Hamdi dan Intan.

Jika Farid dan Hamdi tidak menyukai Jodi sehingga tidak mengizinkan dan menyetujui Jodi bergabung kedalam perusahaan, sedangkan Ahmad, Cristian, Devi, Efi, Gandi dan Intan menyetujui. Maka pilihan dalam Islam hanya dua, yaitu: Pertama, Jodi tidak turut bergabung kedalam perusahaan sehingga kesempatan ada tambahan dana dari Jodi menjadi hilang, atau Kedua, perusahaan tersebut mendapatkan Jodi sebagai pemodal baru, namun perusahaan tersebut harus kehilangan Farid beserta modalnya dan juga kehilangan Hamdi beserta kemampuannya dalam mengelola perusahaan.

Demikanlah kedudukan aqad didalam perusahaan Islam, yaitu menjadikan setiap individu persero diperhitungkan kepala per kepalanya tanpa melihat seberapa besar kontribusi dana dari masing-masing kepala tersebut.

Hal yang demikian itu tentu tidak terdapat dan tidak terjadi dalam sistem perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbatas, sebab, walaupun Farid dan Hamdi seperti contoh diatas tidak menyukai Jodi, namun tetap tidak mampu menghalangi Jodi untuk turut bergabung dengan membeli saham perusahaan tersebut. Terlebih lagi selain itu, bahwa didalam PT jumlah pemodalnya berjumlah ratusan hingga ribuan pemegang saham, lalu bila demikian bagaimana mungkin orang baru yang ingin bergabung kedalam perusahaan tersebut bisa mendapat persetujuan dan izin dari setiap pemegang saham yang jumlahnya ribuan tersebut? Tentu menjadi sebuah kesukaran yang luar biasa bila tidak ingin dianggap mustahil.

c.       Masalah RUPS

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) disebutkan dalam pasal 1 ayat 4 UU No. 40 tahun 2007 tentang PT adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris.

Artinya RUPS adalah ruang yang diberikan khusus hanya kepada persero sebuah perseroan. Dimana karyawan tidak termasuk sebagai bagian persero. Sebab karyawan tidak ubahnya seperti biaya listrik, dibayar karena mampu menghidupkan lampu. Demikian pula karyawan dibayar karena memberikan jasanya. Tidak ada hubungannya dengan persero-persero dalam perseroan yang mendapatkan laba atau rugi.

Demikian pula Direktur dan Dewan Komisaris dibayar dan digaji karena pekerjaannya, dan tentu saja gaji Direktur dan Dewan Komisaris tidak ada hubungannya dengan besar kecil laba atau ruginya perseroan atau perusahaan. Direktur dan Dewan Komisarir akan tetap dibayar gajinya walaupun perusahaan mengalami kerugian. Demikianlah mengapa Direktur dan Dewan Komisaris pada hakekatnya tergolong sebagai karyawan, dan bukan pengelola (mudharib). Sebab salah satu agenda dalam RUPS sebagaimana tersebut dalam UU No. 40 tahun 2007 pasal 96 ayat 1 dan pasal 113 membahas masalah besaran gaji untuk Direktur dan Dewan Komisaris.

Sebagaimana namanya, RUPS adalah rapat yang hanya dihadiri oleh para persero dalam Perseroan Terbatas, yaitu yang hanya terdiri dari para pemodal (pemegang saham). Diadakan untuk menentukan arah tujuan dan garis besar haluan perusahaan.

Hal pokok yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pemegang saham yang hadir dalam RUPS mungkin bisa seluruh para pemegang saham atau hanya sebagiannya, namun suara yang diperhitungkan ketika hendak memutuskan suatu perkara untuk menentuka garis besar haluan perusahaan tidak dihitung berdasarkan kepala perkepala, artinya satu kepala dihitung satu suara, melainkan dilihat besaran kepala tersebut dalam menyertakan modalnya atau dilihat dari berapa banyak ia memegang saham. Sehingga untuk kriteria tertentu dari pemegang saham tidak akan bisa turut ambil bagian dalam memberikan suaranya menentukan haluan perusahaan. Sebab bisa jadi kebolehan hadirnya pemegang saham hanya diberikan pada pemegang saham dengan jumlah tertentu, sehingga pemegang saham dengan kriteria diluar ketentuan tertentu walaupun hadir dalam RUPS tetap tidak diakui dan dihitung suaranya.

Tentu saja aturan RUPS dalam PT menyalahi ketentuan dan aturan Islam dalam sistem perseroan. Dalam Islam perseroan adalah persekutuan persero. Dan yang disebut persero adalah orang atau manusia yang memiliki nyawa untuk hidup. Sehingga yang diperhitungkan adalah orangnya, tanpa melihat besar kecilnya modal yang ia sertakan dalam perusahaan. Dan persero dalam perseroan Islam juga bukan dan tidak boleh dalam wujud dan bentuk sebuah perusahaan dengan nama dan bentuk apapun, melainkan hanya orang/manusia. Sehingga tidak sah bila pemegang saham sebuah perusahaan adalah perusahaan lain.

Apabila dikatakan bahwa yang menghadiri RUPS adalah orang yang mewakili sebuah perusahaan tertentu, maka tentunya hukum perwakilan dalam Islam pun harus dipenuhi. Yaitu yang mewakilkan dan yang diwakilkan harus sah menurut Islam, yaitu manusia dengan syarat-syarat tertentu yang detailnya dapat diakses dalam kitab-kitab fiqih, kemudian ijab Kabul dan objek yang diwakilkan harus memenuhi ketentuan Islam. Namun begitu telah ditegaskan bahwa yang bertindak sebagai pelaku menurut Islam haruslah orang, bukan perusahaan.

d.      Kesimpulan Hukum dan Analisis PT

Oleh karena Perseroan Terbatas tidak memenuhi rukun aqad dalam pembentukan perseroan yang Islami, maka Perseroan Terbatas bukan termasuk perseroan yang islami, jelas mempraktekkannya haram. Namun begitu, bekerja di sebuah perusahaan berbentuk PT perlu sebuah kajian khusus lagi diluar kesempatan ini, sebab masalah bekerja (ijaratul ajir) adalah masalah lain yang tidak ada kaitannya dengan bentuk perusahaan.
Aqad memang terlihat tampak remeh, namun ekonomi Islam memandangnya begitu urgen. Aqad juga terlihat tampak mempersulit hubungan kerja juga permodalan perusahaan, sebab bila melihat kembali ilustrasi aqad dalam sub-bab pembahasan aqad diatas memang nyatanya demikian. Namun keberadaan aqad sebagai rukun syirkah ternyata membawa hikmah yang begitu besar, yang hikmah tersebut hanya dapat dilihat oleh orang yang memperhatikan ekonomi Islam secara mendalam.

Keharusan dipenuhinya aqad akan membuat sebuah perusahaan mengalami kesulitan dalam memperbesar modalnya, sebab modal mengikuti pemiliknya yang terikat dengan hubungan sesama manusia. Sehingga keberadaan aqad akan membuat perusahaan secara kolektif hanya berukuran kecil karena hanya disokong oleh modal yang relatif kecil. Namun yang perlu dicermati adalah dampaknya, bahwa jumlah perusahaan akan menjamur dengan rata disetiap wilayah, dikarenakan orang yang tidak bisa bergabung dengan sebuah perusahaan, sedangkan ia memiliki modal, akan bergabung dengan perusahaan lain yang ukurannya lebih kecil atau ia akan membangun sebuah perusahaan baru. Dengan demikian jumlah perusahaan akan bertambah.

Keberadaan perusahaan tentu membutuhkan tenaga kerja, dengan begitu manusia yang masuk dalam angkatan kerja yang terus bertambah akan terserap secara proporsional seiring bertambahnya perusahaan-perusahaan baru. Oleh karenanya masalah kesulitan lapangan kerja yang mengakibatkan pengangguran akan dapat teratasi dengan baik.

Bila kita melihat problem ekonomi yang ada saat ini, kebanyakan ekonom telah memahami dan menyadari bahwa masalah pengangguran adalah akibat kurangnya lapangan kerja. Namun sedikit sekali ekonom yang membahas dan memperhatikan dengan teliti apa yang menyebabkan lapangan kerja tersebut sedikit. Sebab masalah bentuk perusahaan seperti PT., CV., Firma dan Koperasi adalah bentuk perseroan yang sudah final karena dianggap benar, sehingga mencurigai adanya masalah dalam bentuk-bentuk perusahaan tersebut adalah sebuah langkah yang salah.

Ekonomi Islam dari sumbernya memang tidak menganalisis dampak buruk dan dampak baik yang akan terjadi seandainya manusia menerapkan atau tidak menerapkan aturan ekonomi menurut ekonomi Islam. Sumber ekonomi Islam hanya mengharuskan manusia mengikuti aturannya (rukun dan syarat). Kemampuan analisis dampak baik dan buruk hanya dimiliki oleh orang yang cermat memperhatikan realitas ekonomi dan jujur terhadap realitas ekonomi.

Bahwa aqad sebagai rukun syirkah (perseroan) mampu menahan sebuah perusahaan menjadi besar dengan mudah dan cepat. Padahal kita mengetahui bahwa sedikitnya jumlah perusahaan diakibatkan karena mati kalah bersaing dengan perusahaan besar, dan perusahaan besar tidak mungkin menjadi besar kecuali karena perusahaan tersebut berbentuk PT (Perseroan Terbatas) yang meniadakan aqad beserta rukun perseroan dalam Islam lainnya.

2.      KOPERASI

Sebelum melihat dimana letak ketidakIslamian bentuk Koperasi, tentu akan adil bila kita mengetahui konsep asli dari Koperasi tersebut agar pembaca mengetahui. Dan sumber murni tentang  Koperasi tidak kita temui kecuali dalam UU No. 17 Tahun 2012 tentang koperasi

Namun dalam tulisan ini tidak kami masukkan semua pasal yang ada dalam UU tersebut, melainkan hanya pasal-pasal yang kami anggap perlu diketahui dan kami anggap berhubungan langsung dengan standar ekonomi Islam dalam rukun dan syarat sebagai penentu keabsahan sebuah bentuk perusahaan.

Pasal-pasal dalam UU Koperasi tersebut adalah
Pasal 1 : Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi

Pasal 35 : Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah, Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud, keputusan akan diambil berdasarkan suara terbanyak, Dalam pemungutan suara setiap Anggota mempunyai satu hak suara

Pasal 37 : Dalam Rapat Anggota Pengurus wajib mengajukan laporan pertanggungjawaban tahunan yang berisi : besar imbalan bagi Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi Pengurus

Pasal 48 : Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.

Pasal 50 : Pengawas bertugas: mengusulkan calon Pengurus; memberi nasihat dan pengawasan kepada Pengurus; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus; dan melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota.
Pengawas berwenang: menetapkan penerimaan dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;

Pasal 55 : Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota.

Pasal 57 : Gaji dan tunjangan setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.

Pasal 58 : Pengurus bertugas: mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;

Pasal 66 : Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal. Selain modal sebagaimana dimaksud, modal Koperasi dapat berasal dari: modal pinjaman yang berasal dari: Anggota, Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya

Pasal 67 : Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.

Pasal 78 : Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk: Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi; Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang dimiliki; pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi

Pasal 80 : Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal Koperasi.

Pasal 83 : Jenis Koperasi terdiri dari Koperasi konsumen (menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang), Koperasi produsen (menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.), Koperasi jasa (menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.) dan Koperasi Simpan Pinjam (menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota)

Pasal 87 : Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.

Secara umum, bentuk Koperasi sebagaimana penjelasan undang-undang diatas tidak ubahnya seperti Perseroan Terbatas. Namun begitu tetap ada perbedaan diantara keduanya. Seperti misalnya dalam pemungutan suara dalam rapat, PT menganggap dan menghitung suara berdasarkan saham yang dimiliki, sedangkan koperasi menghitung suara perkepala anggota. Kemudian dewan komisaris dalam PT diangkat oleh pemegang saham tidak harus dari kalangan pemegang saham, sedangkan dewan pengawas (istilah dewan komisaris dalam Koperasi) dipilih oleh anggota yang orang-orang dewan pengawas tersebut berasal dari anggota (pemegang saham). Dan lain sebagainya.

Secara rinci kekeliruan Koperasi menurut ekonomi Islam sebagai berikut:

a.       Tidak Terdapat Pengelola dalam Koperasi

Dalam pasal 58 telah disebutkan bahwa pengelola dalam koperasi disebut sebagai pengurus (bisa anggota koperasi maupun bukan), sebab pengurus memiliki wewenang dan kewajiban yang sama sebagaimana juga wewenang dan kewajiban pengelola dalam persyerikatan Islam yaitu memimpin dan mengelola perusahaan hingga perusahaan mendapatkan untung atau rugi.

Namun dalam pasal 37 dan 57 yang menerangkan bahwa pengurus mendapatkan kompensasi atas kerjanya berupa gaji dan atau tunjangan, menunjukkan hal inilah yang menjadikan dirinya tidak bisa kami anggap sebagai pengelola yang syah dalam Islam. Oleh sebab kompensasinya tersebut. Sebab kompensasi yang syah bagi pengelola (mudharib) tidak lain adalah bagi hasil, dan bukan gaji.

Sehingga sistem bagi hasil dalam sistem SHU (Sisa hasil Usaha) menurut kami juga tidak memenuhi kriteria syar’i, sebab bagi hasil yang terjadi adalah bagi hasil antara pemodal saja tanpa ada pengelolanya, sebab memang tidak ada pengelolanya, yang seharusnya bagi hasil tersebut terjadi antara pengelola dan pemodal.

Dengan demikian pengurus pada dasarnya bukanlah bagian dari perserikatan koperasi, melainkan hanya sebagai karyawan. Biaya karyawan (gaji) harus dikeluarkan sebagaimana juga biaya listrik, tidak perduli apakah usaha (koperasi) mendapatkan untung atau rugi.

b.      Tidak Terdapat Ijab Qabul

Bila didalam koperasi tidak terdapat pengelola (mudharib), maka yang ada pada koperasi hanya para pemodal, atau para anggota koperasi tidak lain adalah para pemodal.

Penambahan anggota koperasi baru maupun pemberhentian anggota lama dari koperasi ditentukan oleh pengawas sebagaimana disebutkan dalam pasal 50. Sedikit berbeda dengan PT., sebab di dalam PT tidak ada pihak yang memutuskan siapa-siapa saja yang boleh menjadi pemodal baru atau memberhentikan pemodal lama, dalam PT siapa saja yang ingin jadi pemodal atau berhenti jadi pemodal diserahkan pada pasar modal.

Bisa dikatakan pengawas adalah wakil para anggota (pemodal), sehingga keputusan diserahkan kepada pengawas. Seperti dalam masalah penentuan pemodal, sistem koperasi lebih baik dari PT, sebab sistem koperasi lebih selektif ketimbang sistem PT. oleh karena tim penyeleksi koperasi adalah para pengawas.

Namun demikian kedua sistem tersebut (PT dan Koperasi) adalah sistem yang salah menurut sistem Islam. Betapa tidak, sistem PT bebas lepas, sedangkan sistem Koperasi penentuan anggota baru ditentukan hanya oleh segelintir orang dari anggota koperasi yang kemudian disebut dengan istilah pengawas. Padahal ketentuan Islam dalam masalah persero (syarik) sebagaimana dalam pembahasan aqad, ditentukan oleh keridhoan dan kerelaan oleh setiap persero dan oleh setiap kepala persero. Sehingga dengan demikian tidak cukup bila keputusan penambahan dan pemberhentian anggota diputuskan oleh pengawas.

Dalam perseroan ekonomi Islam, aqad-lah (ridho dan kerelaan) yang menentukan siapa yang bergabung dalam perseroan dan siapa yang keluar dari perseroan. Seseorang bergabung dalam perseroan jika disetujui oleh semua anggota, dan seseorang berpisah dari perseroan bila tidak sefaham satu dengan yang lainnya hingga membentuk perseroan baru.

c.       Masalah Permodalan

Dalam pasal 66 dan 67 disebutkan bahwa modal Koperasi berasal dari anggota sebagai pemodal, yang itu berupa setoran pokok ketika menjadi anggota. Namun setoran pokok tersebut sekali masuk tidak bisa keluar lagi, artinya saat seseorang bergabung dengan Koperasi dengan menyertakan modalnya berupa setoran pokok, maka ketika ia memutuskan untuk keluar dari Koperasi tidak serta merta modalnya ikut keluar bersamanya. Modal yang telah ia setor akan menjadi milik koperasi yang ia tinggalkan.

Sistem permodalan koperasi yang seperti ini tentu saja berbeda dengan sistem permodalan Perseroan Terbatas yang membiarkan modal masuk dan keluar mengikuti pemiliknya pemegang saham.

Sistem permodalan koperasi seperti tersebut diatas tentu saja tidak dapat dibenarkan menurut kajian ekonomi Islam, sebab didalamnya mengandung dua unsur akad dalam satu transaksi. Dua akad tersebut adalah;

Akad pertama ialah akad syirkah (kerjasama bisnis), dimana pemilik dana bertindak sebagai pemodal yang menyertakan modalnya. Sedangkan akad kedua adalah akad “administrasi” dimana seseorang bila ingin menjadi bagian anggota koperasi (pemodal koperasi) diharuskan membayar sejumlah dana.

Pada dasarnya modal dalam akad syirkah yang islami akan mengikuti pemiliknya, maksudnya masuk keluarnya modal dalam sebuah syirkah mengikuti masuk keluarnya pemilik modal dalam sebuah syirkah. Sedangkan dana yang diserahkan pada pihak lain dan kemudian tidak dapat ditarik kembali hanya ada pada akad-akad seperti akad hibah atau akad jual beli manfaat (jasa) yang jasa tersebut telah dinikmati oleh pembeli.

Sistem permodalan koperasi yang modal pemodalnya tidak dapat ditarik kembali setelah keluar dari keanggotaan koperasi merupakan sitem permodalan yang menggabungkan akad syirkah dengan akad hibah, atau akad syirkah dengan akad jual beli jasa keanggotaan koperasi.

Sedangkan Nabi saw melarang muamalah yang menggabungkan dua akad dalam satu transaksi: Diriwayatkan Ahmad dalam kitabnya Musnad, dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw melarang dua akad dalam satu transaksi. Atau dalam hadits lain:  Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwaththa’ berkata, “Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik, ia telah mendapat kabar bahwa Rasulullah Saw melarang dua jual beli dalam satu transaksi. (Shahih, HR Tirmidzi)

Dengan demikian sistem permodalan koperasi adalah sistem aturan permodalan yang tidak syah menurut Islam.

Permasalahan lain dalam permodalan syirkah ini (koperasi) adalah bahwa koperasi diperbolehkan menambah modal dengan jalan berhutang, baik berhutang dari para anggotanya, koperasi lain, dari perbankan atau lembaga keuangan non bank, atau dengan menerbitkan obligasi sebagaimana tersebut dalam pasal 66.

Menurut ekonomi Islam, menambah modal usaha dengan jalan hutang bagi sebuah perusahaan berbentuk syirkah tidak dibenarkan, sedangkan menambah modal dengan jalan hutang bagi perusahaan pribadi atau atas nama pribadi orang perorang dibenarkan dan dibolehkan. Jadi, boleh tidak bolehnya berhutang pada dasarnya adalah kejelasan siapa penghutang dan siapa yang berhutang. Sebab rukun dan syarat ariyah (pinjam meminjam) dalam fiqih telah ditetapkan dan harus dipenuhi demi syahnya sebuah muamalah.

Bila peminjam dana adalah atas nama perusahaan berbentuk syirkah tidak dibenarkan, itu tidak lain karena tidak jelasnya siapa peminjamnya. Sebab syirkah terdiri dari beberapa orang, sehingga tidak menjelaskan siapa peminjamnya.

Selain bahwa dana hutang tersebut turut disertakan dalam usaha bisnis yang menghasilkan keuntungan. Padahal keuntungan tersebut nantinya akan dibagi-bagikan untuk para pemodal dihitung berdasarkan jumlah modalnya masing-masing. Sedangkan modal yang berasal dari hutang tersebut tidak ada pemiliknya/tidak ada pemodalnya, sebab ia berasal dari pinjaman, sementara ia turut berkontribusi menghasilkan keuntungan.

Perbedaan pemodal dengan pemberi pinjaman adalah, pemodal beserta modalnya turut menanggung untung dan rugi usaha sehingga modal tersebut bisa bertambah karena untung juga bisa berkurang karena rugi, sedangkan pemberi pinjaman tidak mendapat untung juga tidak menanggung kerugian dari usaha orang yang diberikan pinjaman, apapun keadaannya dana pinjaman harus dikembalikan utuh 100%.

Kebolehan menambah modal dengan jalan hutang dalam PT dan Koperasi inilah yang bisa membuat jumlah hutang sebuah perusahaan lebih besar dari modalnya. Apabila demikian terjadi maka sejatinya perusahaan telah collaps, sehingga kemudian modalnya digunakan untuk membayar hutang. Modal habis dan hutangpun masih tersisa tak terbayar, pemberi pinjaman pun tidak tahu kepada siapa ia akan meminta dananya supaya bisa kembali. Sebab peminjamnya bukan nama atas nama pribadi, melainkan nama perusahaan berbentuk syirkah yang telah tutup.

inilah akibat dari rukun dan syarat ariyah yang tidak dipenuhi.

d.      Masalah Koperasi Syariah

Bagaimana gambaran koperasi syariah, UU No. 17 Tahun 2012 tentang koperasi ini tidak memberikan penjelasan lengkap kecuali hanya ada dalam pasal 87 diatas. Sehingga kami menangkap bahwa yang dimaksud dengan koperasi syariah adalah koperasi yang dijalankan dengan menjual barang atau jasanya dengan akad-akad muamalah ekonomi Islam, seperti mudharabah, murabahah, ijarah dan lain sebagainya, dan bukan dengan simpan pinjam yang ribawi. Namun tetap dalam bentuk perusahaannya yaitu Koperasi.

Bila benar demikian maka sebenarnya tidak ada perbedaan antara koperasi syariah dengan koperasi pada umumnya. Sebab permasalahan dalam koperasi ini adalah bentuk perusahaannya, yaitu bentuk keterikatan antar orang-orang yang tergabung dalam syirkah ini. adapun produk jualannya (barang dan jasa) adalah masalah lain. Walaupun produk jualan berjudul syariah tersebut memang perlu dicermati lebih lanjut di kesempatan lain.


Oleh Baiquni Syihab

1 komentar:

  1. Aku Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan yang baik dari Allah dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari untuk pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka orang yang mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari suatu 6-kredit pemberi pinjaman penipuan, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Aku hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari utang saya sendiri, sebelum aku rilis dari penjara dan teman yang saya saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya ke perusahaan pinjaman reliabl yang SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya Rp900,000,000 dari SANDRAOVIALOANFIRM sangat mudah dalam 24 jam yang saya diterapkan, Jadi saya memutuskan untuk berbagi pekerjaan yang baik dari Allah melalui SANDRAOVIALOANFIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya meminta nasihat Anda jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak SANDRAOVIALOANFIRM. menghubungi mereka melalui email:. (Sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman.

    BalasHapus

Welcome on Our Website, Thanks for Join and Let You follow Us.